GURUKU KILLER GURU MALANG
GURUKU KILLER GURU MALANG
Guru adalah
tokoh centre dalam proses pembelajaran di sekolah. Tentu saja guru memiliki
kriteria tertentu yang ideal dalam melaksanakan tugas mulianya. Apabila terjadi
guru “galak” yang otoriter dan
memperlakukan siswa dengan keras tanpa adanya pendekatan humanis, akan sangat
disayangkan dan tentu bukan termasuk kriteria guru ideal. Mensikapi apabila
terjadi hal seperti ini, tidak cukup hanya menuntut siswa untuk mengerti dan “manut” saja atas tindakan
kurang bijak dari sang guru. Justru seluruh
warga sekolah perlu melakukan musyawarah terutama pimpinan sekolah dapat mengevaluasi kinerja gurunya agar bisa
menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Bagaimanapun juga, siswa akan tetap merasa
tidak nyaman atau tertekan jika belajar dengan guru yang galak, meskipun
mungkin hanya dipendamnya saja, yang pada akhirnya justru banyak kerugian
karena hal ini. Bagi siswa, bagi guru, maupun sekolah secara keseluruhan.
Rasa benci yang selanjutnya menyebabkan dendam,
biasanya timbul karena seseorang sulit memaafkan perlakuan buruk yang diterima.
Perlakuan buruk tersebut bisa berupa pengabaian atas hak-haknya, hanya dituntut
kewajiban, diperlakukan kasar atau tidak adil, serta dihukum tanpa penjelasan
dan arahan yang benar. Hubungan yang harmonis antara guru dan siswa harus
dilandasi oleh rasa saling menghargai satu sama lain. Masing-masing harus
melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak-haknya dengan cara terbaik. Siswa
harus menaati peraturan yang diterapkan dengan disiplin, sedangkan guru juga
harus mampu menjadi teladan dan membibing siswa dengan kasih sayang dan menjadi
sahabat terbaik.
Disiplin
berbeda dengan tidakan otoriter, begitu juga “galak” berbeda dengan sikap “tegas”. “Disiplin” artinya
melaksanakan aturan yg sdh disepakati dan disosialisasikan sebelum
dilaksanakan, sedangkan “otoriter” adalah tindakan mengabaikan perasaan dan
pendapat orang lain, sehingga hanya menuntut kepatuhan tak bersyarat. Sementara
“galak” adalah selalu bersikap sama sehingga terkadang marah tak terkontrol
saat mengatasi masalah, sedangkan “tegas” adalah sikap proporsional menyikapi
kejadian sehingga tepat sasaran dan tepat cara.
Cara mengatasi
guru killer
Jika terjadi
relasi yang kurang harmonis antara guru dan siswa, bisa ditengahi dengan musyawarah yang melibatkan guru, guru Bimbingan
Konseling dan pimpinan sekolah. Biasanya guru Bimbingan konseling(BK) menyuarakan
pendapat siswa, sehingga siswa sudah terwakilkan pendapatnya melalui guru BK
pada musyawarah tersebut. Dari hasil musyawarah tersebut diharapkan solusi
terbaik bagi kepentingan bersama. Banyak hal bisa terjadi jika remaja tertekan
dan memndam rasa benci dan dendam pada perlakuaan otoriter dan kasar dari guru
(galak). Remaja dalam hal ini siswa akan berkurang respect(rasa hormatnya) pada
guru tersebut, yang ada takut saat di depannya, tapi akan sangat menentang bila
punya kesempatan. Perasaan tertekan bisa juga diwujudkan dalam bentuk kesengajaan untuk melanggar aturan yang
diterapkan oleh guru, hal ini sebagai bentuk ekspresi perlawanan, bahkan yang
lebih fatal bisa melakukan tindakan irrasional (tidak masuk akal) atau
anarkis(kekerasan) sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan
sewenang-wenang. Pencarian identitas diri remaja, selain dipengaruhi oleh nilai-nilai
moral yang dianut, juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan
sosialnya, teman-teman, bacaan, pergaulan termasuk gurunya. Bila guru memberi
teladan yang baik, menjadi sahabat yang menghargai perasaan dan pendapatnya, maka remaja akan
memiliki konsep diri yang positif dan selanjutnya
membangun identitas diri yang positif
pula. Sebaliknya, jika hal yang diperoleh remaja berupa perlakuan kasar yang
mengabaikan perasaan dan pendapatnya, maka remaja akan memiliki konsep diri
negatif dan selanjutnya identitas
dirinyapun guncang dan cenderung negatif.
Hubungan antara siswa dan guru hendaknya
saling menghargai dan terjalin harmonis. Siswa menghormati guru sebagai orang
yang lebih tua dan menyampaikan ilmu yang mereka butuhkan, sedangkan guru
menyayangi dan menjadi sahabat terbaik bagi siswanya, mampu menjadi teladan,
menjadi pengayom, dan mengajarkan ilmu dengan tulus. Sinergi positif antara guru dan siswa akan
membuahkan hasil yang manis berupa prestasi gemilang disertai situasi
lingkungan sekolah yang kondusif bagi pendidikan yang ideal. Tentu saja peran
serta seluruh anggota masyarakat di sekolah tersebut merupakan bagian penting yang harus diupayakan
dan menjadi budaya sekolah. Dari mulai pimpinan sekolah, staff, guru, karyawan
dan siswa.
Guru adalah
tokoh centre dalam proses pembelajaran di sekolah. Tentu saja guru memiliki
kriteria tertentu yang ideal dalam melaksanakan tugas mulianya. Apabila terjadi
guru “galak” yang otoriter dan
memperlakukan siswa dengan keras tanpa adanya pendekatan humanis, akan sangat
disayangkan dan tentu bukan termasuk kriteria guru ideal. Mensikapi apabila
terjadi hal seperti ini, tidak cukup hanya menuntut siswa untuk mengerti dan “manut” saja atas tindakan
kurang bijak dari sang guru. Justru seluruh
warga sekolah perlu melakukan musyawarah terutama pimpinan sekolah dapat mengevaluasi kinerja gurunya agar bisa
menjadi teladan yang baik bagi siswanya. Bagaimanapun juga, siswa akan tetap merasa
tidak nyaman atau tertekan jika belajar dengan guru yang galak, meskipun
mungkin hanya dipendamnya saja, yang pada akhirnya justru banyak kerugian
karena hal ini. Bagi siswa, bagi guru, maupun sekolah secara keseluruhan.
Rasa benci yang selanjutnya menyebabkan dendam,
biasanya timbul karena seseorang sulit memaafkan perlakuan buruk yang diterima.
Perlakuan buruk tersebut bisa berupa pengabaian atas hak-haknya, hanya dituntut
kewajiban, diperlakukan kasar atau tidak adil, serta dihukum tanpa penjelasan
dan arahan yang benar. Hubungan yang harmonis antara guru dan siswa harus
dilandasi oleh rasa saling menghargai satu sama lain. Masing-masing harus
melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak-haknya dengan cara terbaik. Siswa
harus menaati peraturan yang diterapkan dengan disiplin, sedangkan guru juga
harus mampu menjadi teladan dan membibing siswa dengan kasih sayang dan menjadi
sahabat terbaik.
Disiplin
berbeda dengan tidakan otoriter, begitu juga “galak” berbeda dengan sikap “tegas”. “Disiplin” artinya
melaksanakan aturan yg sdh disepakati dan disosialisasikan sebelum
dilaksanakan, sedangkan “otoriter” adalah tindakan mengabaikan perasaan dan
pendapat orang lain, sehingga hanya menuntut kepatuhan tak bersyarat. Sementara
“galak” adalah selalu bersikap sama sehingga terkadang marah tak terkontrol
saat mengatasi masalah, sedangkan “tegas” adalah sikap proporsional menyikapi
kejadian sehingga tepat sasaran dan tepat cara.
Cara mengatasi
guru killer
Jika terjadi
relasi yang kurang harmonis antara guru dan siswa, bisa ditengahi dengan musyawarah yang melibatkan guru, guru Bimbingan
Konseling dan pimpinan sekolah. Biasanya guru Bimbingan konseling(BK) menyuarakan
pendapat siswa, sehingga siswa sudah terwakilkan pendapatnya melalui guru BK
pada musyawarah tersebut. Dari hasil musyawarah tersebut diharapkan solusi
terbaik bagi kepentingan bersama. Banyak hal bisa terjadi jika remaja tertekan
dan memndam rasa benci dan dendam pada perlakuaan otoriter dan kasar dari guru
(galak). Remaja dalam hal ini siswa akan berkurang respect(rasa hormatnya) pada
guru tersebut, yang ada takut saat di depannya, tapi akan sangat menentang bila
punya kesempatan. Perasaan tertekan bisa juga diwujudkan dalam bentuk kesengajaan untuk melanggar aturan yang
diterapkan oleh guru, hal ini sebagai bentuk ekspresi perlawanan, bahkan yang
lebih fatal bisa melakukan tindakan irrasional (tidak masuk akal) atau
anarkis(kekerasan) sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan
sewenang-wenang. Pencarian identitas diri remaja, selain dipengaruhi oleh nilai-nilai
moral yang dianut, juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan
sosialnya, teman-teman, bacaan, pergaulan termasuk gurunya. Bila guru memberi
teladan yang baik, menjadi sahabat yang menghargai perasaan dan pendapatnya, maka remaja akan
memiliki konsep diri yang positif dan selanjutnya
membangun identitas diri yang positif
pula. Sebaliknya, jika hal yang diperoleh remaja berupa perlakuan kasar yang
mengabaikan perasaan dan pendapatnya, maka remaja akan memiliki konsep diri
negatif dan selanjutnya identitas
dirinyapun guncang dan cenderung negatif.
Hubungan antara siswa dan guru hendaknya
saling menghargai dan terjalin harmonis. Siswa menghormati guru sebagai orang
yang lebih tua dan menyampaikan ilmu yang mereka butuhkan, sedangkan guru
menyayangi dan menjadi sahabat terbaik bagi siswanya, mampu menjadi teladan,
menjadi pengayom, dan mengajarkan ilmu dengan tulus. Sinergi positif antara guru dan siswa akan
membuahkan hasil yang manis berupa prestasi gemilang disertai situasi
lingkungan sekolah yang kondusif bagi pendidikan yang ideal. Tentu saja peran
serta seluruh anggota masyarakat di sekolah tersebut merupakan bagian penting yang harus diupayakan
dan menjadi budaya sekolah. Dari mulai pimpinan sekolah, staff, guru, karyawan
dan siswa.
GURUKU KILLER GURU MALANG